Sistem Pencegahan Korupsi Harus Lebih Mampu Menutup Celah dan Peluang Terjadinya Korupsi

By Admin


nusakini.com - Jakarta, Data KPK bulan Desember 2019 menunjukkan bahwa masih terjadi 127 tindak pidana korupsi oleh berbagai profesi yang didominasi kepala daerah, pejabat struktural, dan swasta. Masih tingginya kasus tindak pidana korupsi tersebut hendaknya menjadi pelajaran bahwa sistem pencegahan korupsi harus lebih mampu menutup celah dan peluang terjadinya korupsi. 

Demikian diungkapkan Wakil Presiden (Wapres) K.H. Ma'ruf Amin saat memberikan sambutan pada acara Penutupan Aksi Nasional Pencegahan Korupsi (ANPKI) yang diselenggarakan secara virtual, Rabu (26/08/2020).

“Strategi Nasional Pencegahan Korupsi atau disebut Stranas PK merupakan komitmen pemerintah untuk memerangi korupsi dalam rangka menciptakan Indonesia Maju yang bebas korupsi dan mewujudkan bangsa yang penuh keadaban. Fokus Stranas PK meliputi bidang perizinan dan tata niaga, keuangan negara, serta penegakan hukum dan reformasi birokrasi,” ujarnya.

Lebih lanjut, sejalan dengan arahan Presiden Joko Widodo, Wapres menuturkan bahwa aksi pencegahan korupsi sebagai pelaksanaan Stranas PK harus benar-benar diimplementasikan dan bukan hanya menjadi target administrasi. 

“Tidak hanya sekedar pemenuhan administrasi dan hanya menjadi sebuah dokumen. Akan tetapi semangat anti korupsinya harus diinternalisasikan oleh seluruh individu dalam lingkungan birokrasi,” pintanya.

Wapres menilai bahwa korupsi adalah suatu kejahatan luar biasa yang bersifat sistemik. Oleh karena itu, korupsi menjadi masalah serius bagi pembangunan di Indonesia, karena menghambat efektivitas mobilisasi dan alokasi sumber daya pembangunan. Untuk itu, pencegahan korupsi merupakan suatu momentum yang penting. 

“Apabila yang dilakukan hanya penegakan hukum dan mengatasi dampaknya, maka artinya korupsi sudah lebih dahulu terjadi. Potensi kerugian negara akan lebih besar dan lebih sulit untuk diselamatkan,” terangnya.

Meski demikian, kata Wapres, pemerintah memiliki komitmen kuat dalam upaya pencegahan korupsi. Hal ini dapat dilihat dari kebijakan reformasi birokrasi di tingkat kementerian, lembaga, dan pemerintah daerah yang secara konsisten terus dilaksanakan. 

“Pemerintah juga melakukan langkah-langkah perbaikan regulasi dan tata kelola kelembagaan,” urainya. 

Selain itu, terang Wapres, kebijakan pencegahan korupsi tersebut hendaknya diimbangi dengan optimalisasi pengawasan yang efektif, baik yang dilakukan secara internal maupun eksternal dengan melibatkan masyarakat, di samping mengoptimalkan pemanfaatan teknologi informasi untuk menutup peluang korupsi, antara lain melalui pengembangan Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE) yang mencakup e-planning, e-procurement, e-budgeting, dan e-government.

“Pemerintah juga menilai bahwa pencegahan korupsi akan berjalan efektif apabila melibatkan partisipasi publik melalui keterbukaan informasi. Hal ini sejalan dengan UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang mengamanatkan adanya peran serta masyarakat untuk membantu upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi,” tegasnya. 

Pada kesempatan ini, Wapres juga tak lupa mengapresiasi aparat penegak hukum atas berbagai upaya yang telah dilakukan sehingga Indeksi Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia tahun 2019 meningkat dari 38 menjadi 40. 

“Namun demikian, kita jangan berpuas diri dulu, karena Indonesia masih berada di posisi 85 dari 180 negara, serta peringkat ke-4 di lingkungan ASEAN, setelah Singapura, Brunei Darussalam, dan Malaysia,” tuturnya. (swp)